https://www.facebook.com/pages/Trans7/112715155409701?rf=113212075358959#
http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Gedung_TransTV.jpg
Trans7 (sebelumnya bernama
TV7) adalah sebuah
stasiun televisi swasta nasional di
Indonesia. Trans7 yang pada awalnya menggunakan nama TV7, melakukan siaran perdananya secara terestrial di
Jakarta pada
25 November 2001 dan pada saat itulah mayoritas sahamnya dimiliki oleh
Kompas Gramedia. Pada tanggal
4 Agustus 2006,
PT Trans Corporation mengakuisisi mayoritas saham TV7. Meski sejak itulah TV7 dan
Trans TV resmi bergabung, namun ternyata TV7 masih dimiliki oleh Kompas Gramedia, sampai TV7 akhirnya melakukan
re-launch (peluncuran ulang) pada
15 Desember 2006 dan menggunakan nama baru, yaitu Trans7.
Sejarah
Trans7 berdiri dengan nama TV7 berdasarkan izin dari Dinas
Perdagangan dan Perindustrian Jakarta Pusat dengan Nomor
809/BH.09.05/III/2000 yang sahamnya sebagian besar dimiliki oleh
Kompas Gramedia (KG) dan 12% dimiliki
Bakrie & Brothers (perusahaan konglomerat milik
Aburizal Bakrie yang memiliki
antv). Pada tanggal
25 November 2001 keberadaan TV7 telah diumumkan dalam Berita Negara Nomor 8687 sebagai
PT Duta Visual Nusantara Tivi Tujuh. Logo TV7 Sendiri diartikan sebagai simbol dari "JO" yang merupakan singkatan dari
Jakob Oetama, pemilik TV7.
TV7 dan Al Jazeera
TV7 semakin dikenal masyarakat pada triwulan pertama
2003. TV7 merelai siaran
Al Jazeera
secara langsung setiap harinya selama invasi Amerika Serikat ke Irak
berlangsung melalui tayangan berita bertajuk "Invasi ke Irak". Langkah
TV7 ini diikuti oleh
ANTV yang merelai siaran stasiun televisi yang berbasis di Dubai,
Al Arabiya, ihwal invasi Amerika Serikat ke Irak.
Masyarakat Indonesia secara umum menyambut baik langkah TV7 ini,
terutama bagi pihak yang kurang setuju dengan "kebenaran" media Barat.
Meski beredar kabar Megawati mendesak TV7 agar menghentikan relai siaran
Al Jazeera,
humas TV7 saat itu, Uni Lubis, membantah kabar itu. Bahkan, Uni
menegaskan bahwa relai tetap diteruskan dan gangguan-gangguan dalam
relai tersebut terus diatasi.
Pergantian nama dan logo
Pada
15 Desember 2006 (bertepatan dengan ulang tahun
Trans Corp yang ke-5), TV7 mengubah logo dan namanya menjadi Trans7 setelah 55% sahamnya dibeli oleh Trans Media pada
4 Agustus 2006,
yaitu dengan mengubah kata TV menjadi Trans. Meski perubahan ini
terjadi, namanya tetap menggunakan angka 7. Sejak itu letak logonya pun
diubah pula, dari posisi yang biasanya di sudut kiri atas menjadi sudut
kanan atas agar letak logonya sama dengan
Trans TV yang letak logonya selalu di sudut kanan atas.
Pada 15 Desember 2013 (bertepatan dengan ulang tahun ke 12 Trans
Corp), Trans7 kembali mengubah logonya dengan mengubah logo "Trans" pada
Trans7. Kini logo "Trans" pada Trans7 sama dengan yang digunakan Trans
TV serta Trans Corp saat ini.
Menjadi Trans7
Berdasarkan kutipan dari buku yang berjudul
Chairul Tanjung si Anak Singkong, pada
4 Agustus 2006,
Para Group melalui
PT Trans Corpora resmi membeli 55% saham PT Duta Visual Nusantara Tivi Tujuh.
Jakob Oetama
sebagai Presiden Direktur Kompas Gramedia juga menyetujui kerjasama
dengan Trans TV karena adanya kesamaan kultur yang dipegang oleh kedua
belah pihak, yakni adanya kesamaan antara visi dan misinya. Proses
kerjasama pun berlangsung dengan cepat yang diikuti oleh Rapat Umum
Pemegang Saham pada hari yang sama.
Selain itu, melalui kerjasama dengan Trans TV. Manajemen pun secara langsung diganti.
Agung Adiprasetyo
yang kini ditunjuk sebagai CEO Kompas Gramedia pun ditunjuk sebagai
Komisaris Trans7 hingga kini. Seiring dengan berjalannya waktu, redaksi
dan kantor pun secara berangsur-angsur pindah dari Wisma Dharmala Sakti
di Kawasan Soedirman,
Jakarta Pusat serta di Cawang,
Jakarta Timur ke Gedung Trans TV. Dengan dilaksanakannya re-launch pada tanggal
15 Desember 2006
, TV7 resmi berganti nama menjadi Trans7 sekaligus menjadikan hari jadi
Trans7. Semua Operasional dan Teknisi juga digabung dengan Trans TV
sebagai upaya mengurangi biaya operasional yang mencapai Rp 15 Milyar
per bulan.
Kesuksesan Trans7
Berbeda dengan saat menjadi TV7, terhitung mulai 2007, keuntungan
yang dicapai Trans7 telah memasuki puncaknya. Bahkan, menurut Buku
Chairul Tanjung si Anak Singkong
pun, keuntungan Trans7 mampu mengalahkan Trans TV sebagai saudaranya
sendiri. Dan, berkat keuntungannya, Trans7 menyewa gedung sendiri meski
sudah bergabung dengan Trans TV.
Pertengahan tahun 2011, Trans7 memiliki gedung sendiri yang lokasinya
berada di seberang gedung Trans TV. Gedung yang ditempati Trans7 itu
awalnya adalah bekas gedung
Sampoerna.
Di gedung berlantai lima itu, terdapat studio berita dan beberapa
divisi yang memang terpisah dari Trans TV. Namun untuk meja direksi dan
komisioner, serta beberapa divisi menetap satu gedung dengan Trans TV
karena efisiensi dan juga mobilitas.